sejarah syawalan kaliwungu kendal
Koentjaraningrat dalam Kebudayaan Jawa (1984: 328) menerangkan bahwa salah satu tradisi dan budaya Islam Jawa yang masih hidup adalah adanya penghormatan kepada makam-makam orang suci, baik ulama atau kyai. Jika kaum santri datang ke makam untuk mendoakan orang yang telah meninggal agar diampuni dosanya oleh Allah SWT, maka kaum Islam abangan mendatangi makam sebagai tempat Pepundhen. Yaitu menjadikan makam sebagai sesembahan, yang dipui-puji, diberi sesaji, dan dimintai pertolongan.
Salah
satu bentuk penghormatan terhadap makam orang-orang saleh itu di
Kaliwungu lahir apa yang disebut sebagai Syawalan. Salah satu tradisi
keagamaan yang berupa peringatan wafatnya (khoul) ulama dalam masyarakat
masa lalu, yang diadakan pada setiap tanggal 8 Syawal, yakni satu
minggu setelah Hari Raya Idul Fitri, setiap tahun.
Pada
mulanya Syawalan berasal dari sebuah peringatan meninggalnya (Khoul)
ulama besar Kaliwungu, Kyai Asy’ari (Kyai Guru) dengan cara me-ziarahi
kuburnya setiap tanggal 8 Syawal, setiap tahun. Sunan Katong hari
wafatnya (khoulnya) dirayakan setiap bulan Rajab setiap tahun, biasanya
jatuh pada pasaran kliwon, Sayyid Bakhur (Bakir) bin Ahmad bin Sayyid
Bakri (Wafat 8 April 1965) dan istrinya Fatimah binti Sayyid Ali Akbari
(almarhumah) (wafat 21 Januari 1989) khoulnya setiap bulan Besar (hari
Raya Qurban).[1] Sesuai dengan perkembangan masyarakatnya, kemudian
lokasi ziarah berkembang ke makam Pangeran Mandurorejo, dan Pangeran
Pakuwaja, Kyai Mustofa, Kyai Rukyat, dan Kyai Musyafa’.
Awalnya
kegiatan ziarah mengirim doa di makam Kyai Asy’ari ini hanya dilakukan
oleh keluarga dan keturunan Kyai Asy’ari, tetapi lama kelamaan diikuti
oleh masyarakat muslim di Kaliwungu dan sekitarnya. Akhirnya, kegiatan
itu semakin massif terjadi setiap tahun, bahkan objek lokasi ziarah
melebar bukan hanya kepada makam Kyai Asy’ari atau “Kyai Guru”, akan
tetapi juga ke makam Sunan Katong, Pangeran Mandurarejo, seorang
Panglima Perang Mataram, dan Pangeran Pakuwaja. Belakangan para peziarah
merambah juga berziarah ke makam Kyai Mustofa, Kyai Musyafa’, dan Kyai
Rukyat.
Makam
Kyai Asy’ari, Makam Pangeran Mandurarejo, dan Sunan Katong terletak di
jabal sebelah selatan desa Protomulyo, sedang makam Kyai Mustofa dan
Kyai Musyafa’ terletak di jabal sebelah utara-barat. Bukan han dibuka
oleh Bupati Kendal). Kemudian acara dilanjutkan jalan kaki bersama-sama
para kyai dan masyarakat santri Kaliwungu menuju makam Kyai Asy’ari.
Agenda acara ritual di makam Kyai Asy’ari adalah (1) Pembukaan, (2)
Pembacaan Riwayat hidup singkat Kyai Asy’ari, (3) Pembacaan Surat
Al-Ikhlas, Al-Falaq, Al-An-Nas dan tahlil, dan (4) Doa untuk para arwah
leluhur, ulama yang dimakamkan di pemakamman Protomulyo dan Kutoharjo.2
Situs
yang menjadi pusat kegiatan Syawalan-pun beragam, mulai dari masjid
Al-Muttaqin (peningalan para kiai kharismatik Kabupaten Kaliwungu)
hingga Astana Kuntu Layang. Astana yang terletak di Protowetan Kaliwungu
ini tak lain adalah makam para kiai sepuh Kaliwungu yang masih keturunn
Mataram.
Semua
situs tersebut menyiratkan bukti sisa-sisa kejayaan dan kemasyuran
dakwah Islam yang dirintis ulama pendahulu di Kaliwungu. Lihat saja
situs Masjid Al-Muttaqin yang berada di antara alun-alun dan pasar
Kaliwungu. Bangunan megah ini juga menyiratkan keagungan syiar Islam
pada saat itu.Meski perluasan dan penambahan sudah dilakukan di sana
sini, keagungan masjid ini tetap tak terhapuskan. Pada perayaan Syawalan
yang berlangsung selama tujuh hari, masjid yang dibangun oleh Kyai Guru
tersebut menjadi pusat keramaian.
Burung kuntul
Situs
Astana Kuntul Layang, yang menjadi tujuan kirab kelambu, berada di atas
bukit yang membentang di selatan alun-alun Kaliwungu. Sehingga, dari
astana ini dapat dilihat pemandangan alun-alun dan kota santri
Kaliwungu.Menurut juru kunci makam, Astana Kuntul Layang terdiri atas
lima bagian utama yang dianalogikan sebagai bagian dari burung kuntul
(bangau) yang sedang melayang.
Bagian
pertama adalah dada yang merupakan cungkup kompleks makam Sunan Katong
(ulama yang diyakini tertua di Kaliwungu) serta para Bupati Kendal.
Bagian kedua adalah sayap kanan yang merupakan kompleks cungkup makam
Kyai Musyafak, Kyai Rukyat serta Kyai Mustofa.
Bagian
berikutnya adalah sayap kiri, yang merupakan kompleks makam Kyai
Mandurorejo, Pangeran Puger dan Kyai Asy’ari (Kyai Guru). Sedangkan
bagian ekor merupakan kompleks makam Pakuwojo, serta bagian kepala
kompleks makam Pangeran Djoeminah (leluhur bupati Kaliwungu) dan para
bupati Kaliwungu.
Pada
tiap tanggal 5-9 Syawal, kompleks astana tersebut dibuka dan ramai
dikunjungi para peziarah dari berbagai daerah. “Puncak perayaan Syawalan
di Kaliwungu adalah pada hari ketujuh Syawal. Kirab dan penggantian
kelambu Kyai Guru menjadi daya tarik ribuan peziarah,” jelas KRAT
Hamaminata Nitinagoro, kerabat Keraton Surakarta wewengkon Kendal.
Meriam Mataram
Peninggalan
dakwah dan kejayaan Kabupaten Kaliwungu juga dapat dilihat dari
beberapa situs yang masih tersisa. Antara lain, Gapura Pungkuran sebagai
lambang supremasi Kabupaten Kaliwungu saat itu. Gapura itu berada di
depan Mushala Pungkuran yang dulunya merupakan kantor Bupati Kaliwungu.
Di bawah gapura bertuliskan huruf Jawa itu dipasang sebuah meriam
peninggalan kerajaan Mataram.3
Keramaian
syawalan tentu saja mengundang orang untuk datang, dan sesuai dengan
hukum pasar dimana ada keramaian pastilah disitu juga ada pedagang yang
“mremo” di acara syawalan, bahkan pengunjung yang datang sebagian besar
bukan untuk berziarah syawalan melainkan untuk menikmati keramaian itu
yang dimeriahkan oleh berbagai macam penjual dan aneka permainan
anak-anak. Aneka hiburan tersedia dari mulai permainan anak-anak semacam
komedi putar, hingga hiburan orang dewasa semacam Tong Setan dan
Panggung Dangdutan.
Sumber : http://desakrajankulon.blogspot.com/2012/08/syawalan-kaliwungu-di-kendal.html
Sumber : http://desakrajankulon.blogspot.com/2012/08/syawalan-kaliwungu-di-kendal.html
0 komentar:
Posting Komentar